Pembangunan merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terncana melalui berbagai
macam kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat. Bangsa Indonesia seperti termaktub dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 telah mencantumkan tujuan pembangunan
nasionalnya. Kesejahteraan masyarakat adalah suatu keadaan yang selalu
menjadi cita-cita seluruh bangsa di dunia ini. Berbagai teori tentang
pembangunan telah banyak dikeluarkan oleh ahli-ahli sosial barat, salah
satunya yang juga dianut oleh Bangsa Indonesia dalam program
pembangunannya adalah teori modernisasi.
Modernisasi
merupakan tanggapan ilmuan sosial barat terhadap tantangan yang
dihadapi oleh negara dunia kedua setelah berakhirnya Perang Dunia
II.Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan
nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian
wilayah, sekaligus Mengindikasikan perubahan terhadap aspek kehidupan
social ekonomi masyarakat desa. Dampak perubahan yang signifikan
meliputi perubahan mata pencaharian, dimana terjadi pergeseran orientasi
dari sektor pertanian menjadi sektor industri, jasa dan perdagangan
yang berkembang pesat yang terakumulasi dari proses modernisasi dalam
perkembangannya. Untuk memulai perkembangan, dalam historis setiap
negara terdapat suatu momen optimal yang seharusnya mampu
diselaraskan dalam berbagai perspektif baik ekonomi maupun sosial dan
politik yang senantiasa dikait dengan sektor pertanian sebagai sumber
penghidupan (way of life dalam perspektif klasik petani) mayoritas penduduk Indonesia.
Dampak
positip maupun negatip pembangunan ekonomi nasional yang telah
dilaksanakan selama ini terhadap perubahan struktur ekonomi baik
nasional maupun pedesaan, dimana terjadi pergeseran baik sektoral,
spasial maupun institusional dan proses transformasi ekonomi. Dampak
positip terutama pada perkembangan tingkat pertumbuhan pendapatan
masyarakat pedesaan yang terkait dengan perubahan kesempatan kerja dan
kesempatan berusaha. Dampak negatip seperti pencemaran lingkungan,
meningkatnya kecemburuan sosial, munculnya kesenjangan masyarakat
desa-kota, khususnya persaingan meraih kesempatan kerja dan pendapatan
karena perbedaan produktivitas pertanian dan non pertanian akibat makin
terbatasnya lahan usahatani, tingkat pendidikan dan ketrampilan.
Bergesernya nilai-nilai dan norma-norma yang selama ini dialiniasi
masyarakat desa merupakan dampak negatip pembangunan dalam aspek
sosio-kultural akibat tekanan budaya dari para migran. Dampak negatip
ini bukannya tanpa alasan. Kalau mau jujur, kita harus lebih mafhum atas
rendahnya kualitas SDM pertanian, kondisi pencukupan gizi serta
rendahnya proteksi dan jaminan panen dan pasca panen yang tentunya akan
mempengaruhi motivasi para petani untuk hasrat berprestasi (need for achienement) dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas produk pertaniannya.
Konsekuensinya
adalah sektor pertanian menanggung beban penyerapan tenaga kerja yang
berat yang mengakibatkan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian
pedesaan lebih rendah dibanding sektor non pertanian di perkotaan.
Perbedaan produktivitas tersebut merupakan insentif nyata bagi penduduk
pedesaan untuk melakukan migrasi ke kota (urbanisasi); dimana sebagian
besar masyarakat pedesaan, yang umumnya masih tergolong miskin terutama
para buruh tani, merupakan kelompok yang mengandalkan tenagakerja
sebagai sumber produksi.
Aspek
ketenagakerjaan pertanian yang melibatkan mereka, diharapkan dapat
memberi peluang bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraannya (bukan
sekedar subsisten belaka).Industrialisasi pada masyarakat pertanian
(agraris)di pedesaan merupakan salah satu penyebab perubahan sosial yang
mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakatnya. Proses
industrialisasi diyakini mampu mengubah pola hubungan kerja tradisional
menjadi modern rasional. Nilai gemeinschaft antar tenaga kerja dalam
kehidupan pertanian tradisional berubah menjadi gesselschaft. Hubungan
antara pemilik dan pekerja (atasan dan bawahan) yang semula bersifat
kekeluargaan (ataupun patron-clien) berubah menjadi utilitarian
komersial. Pola silaturahmi hubungan kekeluargaan dalam system
kekerabatan termasuk frekuensi pertemuan (bertatap muka) akan turut
mengalami perubahan.
Terkait
dengan pembangunan industri, dalam konteks ini yaitu industri
pertanian, program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI), merupakan
kebijaksanaan pemerintah di bidang perindustrian gula4. Program TRI
awalnya berkembang di pulau Jawa sekitar tahun 1975, dan mulai
diterapkan di Sumatera Utara sekitar tahun 1986, yaitu: di kabupaten
Langkat dan meluas ke kabupaten Deli Serdang (sekitar tahun 1988)
Modernisasi
menjadi sebuah model pembangunan yang berkembang dengan pesat seiring
keberhasilan negara dunia kedua. Negara dunia ketiga juga tidak luput
oleh sentuhan modernisasi ala barat tersebut. berbagai program bantuan
dari negara maju untuk negara dunia berkembang dengan mengatasnamakan
sosial dan kemanusiaan semakin meningkat jumlahnya. Namun demikian
kegagalan pembangunan ala modernisasi di negara dunia ketiga menjadi
sebuah pertanyaan serius untuk dijawab. Beberapa ilmuan sosial dengan
gencar menyerang modernisasi atas kegagalannya ini. Modernisasi dianggap
tidak ubahnya sebagai bentuk kolonialisme gaya baru, bahkan Dube (1988)
menyebutnya seolah musang berbulu domba.
Modernisasi
merupakan sebuah isyu dalam rangka pencapaian proses pembangunan pasca
berakhirnya perang dunia (PD II), yang melibatkan beberapa ilmuan sosial
barat sebagai sebuah tantangan untuk memiliki model pembangunan dan
memperbaiki pertumbuhan ekonomi di negara barat. Berakhirnya era
kolonialisasi dan monarkhi memunculkan beberapa negara baru dengan
segala keterbatasannya. Oleh karenanya negara-negara baru tersebut
membutuhkan program pembangunan ekonomi yang kuat. Dalam konteks itu,
maka untuk mengatasi hal tersebut beberapa negara dunia pertama
memutuskan untuk melakukan kerjasama dengan negara dunia kedua. Hubungan
kerjasama ini dilandasi oleh rasa kemanusiaan serta kepentingan
kekuasaan dan keuntungan ekonomi jangka panjang.
Sepertinya
Modernisasi menjadi rujukan utama oleh negara dunia ketiga dan dianggap
sebagai satu-satunya jalan menuju kesejahteraan seperti yang telah
dialami oleh negara dunia kedua. Namun, konsep modernisasi ternyata
mempunyai beberapa kelemahan apabila diterapkan di negara dunia ketiga.
Perbedaan budaya merupakan salah satu faktor pembeda yang utama antara
negara dunia kedua dan ketiga. Modernisasi walaupun berhasil memajukan
perekonomian negara dunia kedua namun gagal mewujudkan hal yang sama
pada negara dunia ketiga. Bagi negara dunia ketiga modernisasi tak
ubahnya dianggap sebagai “westernisasi”. Modernisasi dianggap telah
menghilangkan nilai - nilai budaya yang ada. Pada sisi lain, modernisasi
akan menghasilkan suatu pola perkembangan pembangunan dengan
mendifusikan secara aktif segala sesuatu yang diperlukan dalam
pembangunan, terutama nilai-nilai ‘modern’, teknologi, keahlian, dan
modal.
Di
dunia ketiga, pelaku yang paling aktif dalam proses modernisasi
dianggap golongan elit yang berpendidikan Barat, yang tugasnya adalah
melepaskan masyarakat dari tradisi dan membawa mereka ke dalam abad
ke-20. Dalam konteks ini maka modernisasi merupakan suatu pola
pembangunan yang jika hal itu di terapkan oleh dunia ketiga, maka boleh
jadi akan menciptakan kesejajaran antara Barat dan dunia ketiga. Pada
tahapan industrilasiasi, dan ekspansi modal yang merupakan bagian dari
modernisasi adalah sepertinta juga merupakan salah satu faktor penyebab
yang akan mentarnsformasikan secara cepat ketertinggalan, atau
kemunduran tradisi dalam suatu komunitas pedelaman pedesaan.
Paham
marxis memandang bahwa Perkembangan dan keterbelakangan dilihat sebagai
sisi berlawanan dari suatu proses yang sama : perkembangan pembangunan
dalam satu kawasan atau wilayah itu terjadi secara cepat, dikarenakan
implementasi pembangunannya dilakukan diatas biaya dan sumber daya
diwilayah lain. Dalam konteks ini, masyarakat berkembang dan terbelakang
turut serta dalam sistem dunia yang sama, yang dimulai dari ekspansi
dan penjajahan kaum kapitalis. Berdasarkan pandangan ini,
keterbelakangan harus dijelaskan dengan mengacu pada posisi struktural
dari masyarakat dunia ketiga dalam ekonomi global dan tidak dengan
kemunduran dari rakyat atau tradisinya.
Ajaran
utama dari teori keterbelakangan (underdevelopment) nampak bertentangan
secara langsung dengan teori modernisasi, dan menandai (paling sedikit)
perubahan utama dari penekanan dalam pemikiran Marxis. Tentu saja, saya
berpendapat bahwa diantara kritikus paling tajam dari teori underdevelopment
adalah golongan Marx (Marxist) yang telah berselisih mengenai konsep
kapitalisme dan eksploitasi, atau yang telah menganggap fokus teori underdevelopment pada hubungan eksternal berlebihan dan merugikan analisis struktur sosial dan politik dunia ketiga yang dibutuhkan.
Untuk
memperbaiki ketidakseimbangan ini, beberapa penganut teori telah
mencoba menguji bagaimana mode produksi pra-kapitalis dunia ketiga
tertentu mengartikulasikan dengan mode kapitalis dominan, ketika yang
lain mencoba untuk memperbaiki konsep mereka (misalkan, dari produksi
komoditas skala kecil) bahwa kedua mode sama-sama dapat diterapkan pada
dunia ketiga atau Barat. Selain itu, Marxis dan non Marxis sama-sama
telah mengeluarkan nilai heuristik dari faham ketergantungan, bersamaan
dengan kejadian empiris yang diduga memperlihatkan pemiskinan yang
berkelanjutan di dunia ketiga yang di lakukan oleh dunia Barat.
v Masalah
Masalah yang dibahas di makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Sejarah perkembangan pembangunan masyarakat atau perubahan sosial yang terjadi.
2. Teori-teori pembangunan masyarakat.
3.Sejarah lahirnya sosiologi Pembangunan
4. Perubahan paradigma ilmu sosiatri.
5. Proses perubahan sosial dalam kontek global.
v Tujuan
Tujuan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. untuk mengetahui sejarah pembangunan masyarakat atau perubahan sosial yang terjadik .
2. untuk mengetahui sejarah lahirnya sosiologi pembangunan
3. untuk mengetahui teori-teori pembangunan masyarakat.
4. untuk mengetahui adanya perubahan paradigma ilmu sosiatri
5. untuk mengetahui proses perubahan sosial dalam kontek global
6. Unutuk mengetahui tahap-tahapan pembangunan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian
pembangunan dalam sosiologi adalah cara menggerakkan masyarakat untuk
mendukung pembangunan dan masyarakat adalah sebagai tenaga pembangunan,
dan dampak pembangunan. Sosiologi pembangunan berkembang pesat sejak
awal 1960-an. Sosiologi pembangunan sangat dipengaruhi oleh pokok-pokok
pikiran para ahli sosiologi klasik seperti Marx Weber dan Durkheim.
Sosiologi pembangunan juga membawa dampak pada lahirnya dimensi-dimensi
baru dalam konsep pembangunan.
Menurut
Soerjono Soekanto, pengetahuan sosiologi dapat diterapkan dan berguna
untuk kehidupan sehari-hari, misalnya untuk memberikan data-data sosial
yang diperlukan pada tahapan perencanaan, pencaharian, penerapan dan
penilaian proses pembangunan. Pada tahap perencanaan hasil penelitian
sosiologi dapat digunakan sebagai bahan pada tahap evaluasi. Pada tahap
penerapan, perlu diadakan identifikasi terhadap kekuatan sosial yang ada
di dalam masyarakat. Dengan mengetahui kekuatan sosial tersebut dapat
diketahui unsur-unsur yang dapat melancarkan pembangunan dan yang
menghalangi pembangunan.
Pembangunan
merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terncana melalui
berbagai macam kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat. Bangsa Indonesia seperti termaktub dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 telah mencantumkan tujuan pembangunan
nasionalnya. Kesejahteraan masyarakat adalah suatu keadaan yang selalu
menjadi cita-cita seluruh bangsa di dunia ini. Berbagai teori tentang
pembangunan telah banyak dikeluarkan oleh ahli-ahli sosial barat, salah
satunya yang juga dianut oleh Bangsa Indonesia dalam program
pembangunannya adalah teori modernisasi. Modernisasi merupakan tanggapan
ilmuan sosial barat terhadap tantangan yang dihadapi oleh negara dunia
kedua setelah berakhirnya Perang Dunia II.
Sosiologi
pembangunan berkembang pesat sejak awal 1960-an. Sebagai bagian dari
ilmu sosiologi, sosiologi pembangunan sangat dipengaruhi oleh
pokok-pokok pikiran ahli sosiologi klasik seperti Marx, Weber dan
Durkheim. Perkembangan sosiologi pembangunan semakin pesat seiring
dengan gagalnya program pembangunan yang disponsori oleh Amerika Serikat
pada negara-negara dunia ketiga. Kegagalan pembangunan dunia ketiga
tersebut memicu sebuah tanda tanya besar bagi peneliti sosial untuk
mengungkap faktor-faktor penyebabnya. Kelima penulis walaupun
menggunakan teori yang berbeda memiliki satu kesepahaman tentang
kegagalan pembangunan pada negara dunia ketiga.
Sosiologi
pembangunan membawa dampak pada lahirnya dimensi-dimensi baru dalam
konsep pembangunan. Menurut Webster (1984), terdapat lima dimensi yang
perlu untuk diungkap, antara lain :
Ø Posisi negara miskin dalam hubungan sosial dan ekonominya dengan negara-negara lain.
Ø Ciri khas atau karakter dari suatu masyarakat yang mempengaruhi pembangunan.
Ø Hubungan antara proses budaya dan ekonomi yang mempengaruhi pembangunan.
Ø Aspek sejarah dalam proses pembangunan atau perubahan sosial yang terjadi.
Ø Penerapan berbagai teori perubahan sosial yang mempengaruhi kebijakan pembangunan nasional pada negara-negara berkembang.
Sosiologi
pembangunan mencoba melengkapi kajian ekonomi yang selama ini hanya
didasarkan pada produktivitas dan efisiensi dalam mengukur keberhasilan
pembangunan. Pembangunan sebagai sebuah perubahan sosial yang terencana
tidak bisa hanya dijelaskan secara kuantitatif dengan pendekatan ekonomi
semata, terdapat aspek tersembunyi jauh pada diri masyarakat seperti
persepsi, gaya hidup, motivasi dan budaya yang mempengaruhi pemahaman
masyarakat dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Sosiologi
pembangunan juga berusaha untuk menjelaskan berbagai dampak baik positif
maupun negatif dari pembangunan terhadap sosial budaya masyarakat.
Berbagai introduksi baik yang berupa teknologi dan nilai-nilai baru
dalam proses pembangunan tentu akan membawa dampak pada bangunan sosial
yang sudah ada sejak lama.
1. Hambatan-hambatan Dalam Pembangunan
Masyarakat
yang terbelakang masih sangat tradisional sekali. Mereka masih terikat
dengan nilai-nilai asli dan juga masih memiliki kerinduan untuk
memelihara nilai-nilai tersebut. Biasanya selalu dikaitkan dengan
kebudayaan atau adat istiadat lokal. Dalam masyarakat yang tradsional
tidak memberikan peluang cukup untuk terjadinya perubahan-perubahan
serta tumbuhnya kekuatan-kekuatan pembaharuan dalam masyarakat. Yang
menyebabkan hal tersebut sangat kompleks sekali, seperti: kolonialisme
dan feodalisme. Kondisi keterbelakangan juga dapat dilihat dari bidang
ekonomi dan pendidikan. Penyebab utama untuk hal ini adalah adanya
keterbatasan yang amat parah dalam pendapatan, modal dan ketrampilan.
Hal tersebut juga menyebabkan kemiskinan masyarakat yang berkepanjangan.
Di
Indonesia, hal itu disebabkan karena penyebaran penduduk yang tidak
merata dan tingkat urbanisasi yang sangat tinggi. Tingkat pendapatan
buruh tani di pedesaan yang sangat rendah dan upah buruh di masyarakat
industri yang belum mencapai UMR. Gulungtikarnya perusahaan-perusahaan
besar telah menyebabkan angka pengangguran yang sangat tinggi. Ditambah
lagi dengan oportunisme di kalangan elit politik, telah menyebabkan
ketidak stabilan di bidang politik. Hal-hal ini telah menyebabkan
terpuruknya ekonomi rakyat dan mempercepat pemerataan kemiskinan
masyarakat Indonesia. Untuk perubahan sosial-ekonomi dibutuhkan aparatur
negara yang bersih dan pendidikan masyarakat yang memadai.
2. Perbedaan Perubahan Sosial dan Budaya serta Mitos Perubahan
Perubahan
sosial dan perubahan kebudayaan timbul karena perbedaan pandangan para
ahli. Perubahan sosial berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada
aspek-aspek kehidupan sosial (status dan peran serta perilaku
individu-individu) Sedangkan perubahan kebudayaan berhubungan dengan
perubahan yang terjadi pada tingkat ide-ide atau gagasan, seperti
pengetahuan dan keyakinan keagamaan. Tetapi ada juga ahli lain yang
mempunyai anggapan bahwa perubahan sosial pada dasarnya merupakan
perubahan kebudayaan karena aspek sosial tidak dapat dilepaskan dari
aspek-aspek kebudayaan. Persamaan perubahan sosial dan perubahan
kebudayaan adalah bahwa kedua-duanya berhubungan dengan masalah
penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan terhadap cara-cara hidup
manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
BAB III
PEMBAHASAN
Dari
asalnya, antropologi dan sosiologi pembangunan adalah salah satu produk
kolonial. Sesudah dekolonisasi, bidang tersebut diperluas dan menjadi
sosiologi bangsa-bangsa non-Barat, sosiologi daerah terbelakang, dan
sosiologi komparatif. Pada tahun 50’an, sebagian dari mahaguru yang
memperdalam bidang studi tersebut diambil dari korps pegawai pamong
praja kolonial, dan memilih nama “SOSIOLOGI” untuk bidang studi
tersebut, yang ditujukan untuk masalah-masalah dan kebijaksanaan
pembangunan.
Pada
akhir tahun 60’an, sosiologi pembangunan mendapat tempat yang istimewa
di universitas-universitas di Leiden, Amsterdam, Utrecht, Nijmegen, dan
Groningen, termasuk juga Sekolah Tinggi Ekonomi di Rotterdam dan
Tilburg, sosiologi pembangunan sebagai pelengkap untuk ekonomi
pembangunan. Dalam tahun ini, sosiologi dan antropologi pembangunan
menjadi mandiri dan menjauhkan diri dari disiplin yang berdekatan dengan
ekonomi dan sejarah.
Pada
tahun 70’an generasi pertama, muncul sosiologi pembangunan sebagai
pelengkap untuk kaum teknisi. Kebanyakan mahaguru generasi pertama
jarang melakukan penelitian empiris, melainkan memberi bentuk teoritis
kepada vak mereka dan mendidik mahasiswa yang sudah menyelesaikan studi
untuk bekerja di lapangan. Pada tahun 70’an periode kedua – awal tahun
80’an (periode pertumbuhan), banyak ahli sosiologi terlibat dalam
kebijaksanaan pembangunan karena ekspansi ilmu-ilmu sosial di Belanda
dan konsolidasi “masyarakat pembangunan” di Belanda. Perluasan yang
dialami oleh ilmu-ilmu pengetahuan sosial menimbulkan gema dalam studi
tentang masalah-masalah pembangunan. Dalam majalah lama “Sociologische Gids”,
di dalamnya terdapat diskusi tentang masalah-masalah seperti:
kebijaksanaan pembangunan, patronase, mobilisasi politik, dan hubungan
antara kota dan pedesaan, dimana bidang vak tersebut disajikan sebagai
monodisiplin.
Studi
tentang proses perubahan dalam masyarakat non-Barat terpusat pada
pertumbuhan ekonomi, karena tidak mungkin membedakan pendekatan ekonomis
dan sosiologis sebagai pendekatan sendiri-sendiri. Ahli ekonomi yang
berorientasi pada aksi, menggerakkan proses perubahan dan
mengendalikannya, sedangkan ahli sosiologi cenderung mengadakan analisis
yang bersifat teoritis murni dari unsur-unsur situasi perkembangan
sosial. Dalam disiplin sosiologi dan antropologi, bidang ilmu
pengetahuan sosial lambat laun tercipta suatu proses fusi yang terjadi
kedua arah, yaitu sosiologisasi dari antropologi dan antropologisasi
dari sosiologi pembangunan.
Tradisi
penelitian sosiologi yang klasik, seperti dalam aliran Chicago, memberi
inspirasi kepada sekelompok ahli antropologi untuk mengadakan
penelitian yang segar dan inovatif di dalam masyarakat mereka sendiri.
Antropologisasi dari sosiologi pembangunan adalah proses pelengkap,
dimana perhatian para peneliti dari tingkat nasional dan dampak
kebijaksanaan pemerintah, bersama-sama mengkhususkan masalah ke arah
tingkat organisasi yang lebih rendah (ke arah region atau interrelasi
antar desa, wilayah (district), dan negara. Ini berarti
perhatian lebih besar untuk bidang-bidang seperti bahasa, kebudayaan,
dan agama, dan untuk dimensi historis masalah-masalah pembangunan.
Hasilnya ialah spesialisasi sosiologi pembangunan yang bersifat
kontinental atau nasional.
Pada tahun 50’an dan 60’an, aliran struktural fungsionalis
Amerika dominan di seluruh bidang sosiologi umum, pemikiran Parsons dan
Hoselitz tentang modernisasi memperoleh bentuknya dan menyebabkan
terbentuknya teori dependensi. Pembagian kerja berdasar tema regional
telah tercipta di Belanda dengan dorongan khusus sebagai akibat adanya
pengarahan organisasi oleh sejumlah lembaga pemerintah. Di Belanda
terbentuk aliran analitis, sedangkan di Asia, Amerika Latin, dan Afrika
mengenai tradisi penelitian didasarkan pada gagasan dan paham ahli
sosiologi Klasik, khususnya Weber dan Marx. Tradisi tersebut dibicarakan
sebagai tradisi sosiologi historis, tradisi ekonomi politik, dan
tradisi antropologi, kecuali tradisi regional. Di Belanda juga ada
perspektif penelitian lain, yaitu tradisi modernisasi dan sosiologi
terapan atau praxeology.
Aliran modernisasi dan aliran sosiologi terapan atau praxeology
memusatkan perhatiannya kepada tingkat mikro dan meso, dan mencari
keterangan untuk proses-proses jangka pendek (dan menengah). Sedangkan
mengenai tradisi analitis sebagai
pendekatan teoritis yang bersifat umum, masing-masing mengarah kepada
penelitian dalam konteks regional yang bersifat spesifik. Mengenai
tradisi yang berorientasi pada kebijaksanaan (sosiologi terapan), terkadang timbul kesan seolah peneliti dan pelaksana kebijaksanaan itu bertukar peranan.
Pertengahan
tahun 70’an, ditandai oleh pertentangan antar aliran. Setiap aliran
baru disuguhkan sebagai model keterangan universal disertai keyakinan
yang kuat tentang kebenarannya sendiri, tidak hanya mengenai debat
ilmiah teoritis, tapi juga menyangkut ideologi politik.
Diikuti
oleh periode dimana orientasi empiris menjadi dominan dalam semua
aliran, keyakinan-keyakinan lama menjadi luntur dan akibatnya perbedaan
antar tradisi menjadi kabur. Tradisi-tradisi analitis yang terarah untuk
keterangan makro, mengintegrasikan keterangan-keterangan mikro dan
meso. Tradisi modernisasi dan pendekatan terapannya berkembang kea rah
keterangan-keterangan yang menyerap struktur makro masyarakat dan
hubungan internasional. Pada tahun 80’an (1983),
wakil-wakil dari semua tradisi bersama-sama merumuskan sebuah program
penelitian untuk studi tentang masalah-masalah pembangunan dimana
faktor-faktor makro, mikro, dan meso dipelajari dalam hubungannya satu
sama lain.
Kedua
aliran yang lebih baru di Belanda, yaitu aliran Marxis dan feminis,
masing-masing mempunyai relasi yang berbeda dengan kebijaksanaan. Aliran
Marxis tetap yang paling teoritis dan berjarak. Sedangkan menurut
Aalten dan Grijns, dalam antropologi feminis terwujud dalam kerjasama
dengan gerakan-gerakan wanita, dan di pihak lain dalam keterlibatannya
dalam proyek-proyek pembangunan yang menguntungkan wanita.
Sosiologi
historis berbicara tentang jangka waktu yang lebih panjang dan dengan
itu merasa dapat secara lebih fundamental menunjukkan apa yang
sebenarnya berubah dan apa yang terbukti berkesinambungan serta
diterapkannya Pendekatan dari sudut pandang berkesinambungan dan
perubahan. Dalam periode antara tahun 1850 dan 1960 dikembangkannya
perangkat konsep-konsep yang semakin canggih untuk proses perubahan.
Perangkat serta teorinya dibelakangi pada garis besarnya yang bersifat
evolusioner.
a) Para Perintis: 1850-1900
Pertentangan
antara kaum konservatif dan liberal dalam politik negara Belanda banyak
dibicarakan dalam Abad 19. Pertentangan ini diakhiri dengan
diumumkannya UU Agraria tahun 1870. Selama tridasawarsa terakhir abad 19
dua masalah memainkan peranan penting dalam perdebatan politik (Boon,
1943: 99). Adanya permasalahan tentang hak kepemilikan tanah sehingga
kaum konservatif menghendaki lembaga pribumi untuk dipertahankan karena
mereka takut jika kaum liberalis dan individualisme akan menimbulkan
suatu proses desintegrasi di Jawa. Namun kaum liberal menghendaki
dihapuskannya lembaga tersebut karena mereka dituntut diberlakukannya
hak milik pribadi atas tanah Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa
dalam teori-teori pembangunan, konseptualisasi teori, diskusin serta
penelitian empiris berhubungan dengan masalah hak milik tanah dan
organisasi kemasyarakatan di Jawa. Pertentangan ini yang mendasari
adanya penelitian pertama terhadap hak milik tanah di Jawa. Hak milik
atas tanah di Jawa merupakan produk Pemerintahan Kolonial.
b) Periode 1900-1910
Adanya
produksi besar-besaran dari komoditi besar dan bahan pertambangan.
Dalam kebijaksanaan selanjutnya terdapat Politik Etis, contohnya
percampuran yang aneh yang terlihat di bidang ekonomi,
pendidikan(masalah asimilasi dan asosiasi), hukum (unifikasi lawan hukum
adat), pemerintahan (masalah desentralisasi). Itu semua adalah contoh
kebijakan dan sosiologi pembangunan. Pada abad 19 pembangunan Nederlands
Indie terbatas pada masalah mobilisasi tenaga dan tanah di Jawa,
penaklukan daerah terpencil. Namun pada abad 20 terjadi pembentukan
teori yang lebih sistematis tentang ‘pembangunan’.
Pembentukan
teori struktur ekonomi Indonesia dan perubahannya dipengaruhi aliran
historis Jerman. Ciri penting aliran historis bahwa perubahan dilihat
sebagai tahapan ekonomi. Teori tahapan ekonomi terbagi menjadi ekonomi
rumah, ekonomi perkotaan, dan ekonomi rakyat. Aliran historis jerman
yang paling terkenal adalah sistem ekonomi dalam masyarakat dualistik.
Ciri dualisme sosial adanya sektor kapitalis Barat yang diimpor dan
sektor prakapitalis pribumi secara berdampingan. Transformasi dalam
masyarakat kolonial terjadi pergeseran dari para raja/bangsawan ke
kelompok diluar kaum elite.
c) Lahirnya Sosiologi Pembangunan Historis (1945-1970)
Dampak
putusnya hubungan antara negeri induk dan koloninya berpengaruh atas
pembentukan teori dan konseptualisasi dalam sosiologi pembangunan. Tema
yang menarik sesudah perang adalah tema pembentukan bangsa terutama
masalah ras. Analisis Furnivall menekankan adanya heterogenitas dan
pertentangannya dan tidak adanya kemauan sosial bersama. Dalam sosiologi
historis gerakan sosial wanita tidak begitu mendapat perhatian.
Sosiologi pembangunan banyak dipengaruhi adanya teori modernisasi.
d) Pergeseran Pemikiran tentang Pembangunan Sesudah 1970
Pembangunan
sesudah tahun 1970 damaknai dengan adanya pergeseran dari teori
medernisasi menuju ke teori-teori perubahan. Contohnya perubahan sosial
dalam sebuah regio india pada tahun 1970-1972. Sementara mereka bertolak
dari teori modernisasi, para peneliti di lapangan sampai pada
kesimpulan dalam penelitian mereka menganggap teori ini sudah tidak
sesuai dengan kenyataan yang sangat kompleks. Pada sekitar tahun 1970
pendekatan nampak di bidang sosiologi dan antropologi pembangunan.
Wertheim menyuguhkan suatu pendekatan alternatif yang menerangkan proses
historis yang sangat beragam.
Evolusi
tidak sebagai suatu proses yang unilier tetapi dialektis kembali pada
dialektika kemajuan dan hipotesis kemajuan yang menghambat. Prinsip
emansipasi sebagai kriteria merupakan konseptualisasi yang memberikan
kemungkinan kepadanya untuk menganalisa perkembangan dengan cara yang
tidak deterministis dan memberi perhatian kepada arti revolusi dalam
proses perubahan.
Teori
pembangunan mengerucut pada dua buah teori besar, yaitu teori
modernisasi dan teori dependensi. Dua teori ini saling bertolak belakang
dan merupakan sebuah pertarungan paradigma hingga saat ini. Teori
modernisasi merupakan hasil dari keberhasilan Amerika Serikat dalam
membawa pembangunan ekonomi di negara-negara eropa. Sedangkan kegagalan
pembangunan di Afrika, Amerika Latin dan Asia menjadi awal lahirnya
teori dependensi.
Teori
Modernisasi berasal dari dua teori dasar yaitu teori pendekatan
psikologis dan teori pendekatan budaya. Teori pendekatan psikologis
menekankan bahwa pembangunan ekonomi yang gagal pada negara berkembang
disebabkan oleh mentalitas masyarakatnya. Menurut teori ini,
keberhasilan pambangunan mensyaratkan adanya perubahan sikap mental
penduduk negara berkembang. Sedangkan teori pendekatan kebudayaan lebih
melihat kegagalan pembangunan pada negara berkembang disebabkan oleh
ketidaksiapan tata nilai yang ada dalam masyarakatnya. Secara garis
besar teori modernisasi merupakan perpaduan antara sosiologi, psikologi
dan ekonomi.
Kritik
terhadap teori modernisasi lahir seiring dengan kegagalan pembangunan
di negara dunia ketiga dan berkembang menjadi sebuah teori baru yaitu
teori dependensi mencoba mengembangkan teori dependensi dan mengemukakan
pendapat bahwa keterbelakangan pada negara dunia ketiga justru
disebabkan oleh kontak dengan negara maju. Teori dependensi menjadi
sebuah perlawanan terhadap teori modernisasi yang menyatakan untuk
mencapai tahap kemajuan, sebuah negara berkembang harus meniru teknologi
dan budaya negara maju. Frank memberikan kritiknya terhadap
pendekatan-pendekatan yang menjadi rujukan teori modernisasi, antara
lain pendekatan indeks tipe ideal, pendekatan difusionis dan pendekatan
psikologis.
Teori
dependensi bertitik tolak dari pemikiran Marx tentang kapitalisme dan
konflik kelas. Marx mengungkapkan kegagalan kapitalisme dalam membawa
kesejahteraan bagi masyarakat namun sebaliknya membawa kesengsaraan.
Penyebab kegagalan kapitalisme adalah penguasaan akses terhadap
sumberdaya dan faktor produksi menyebabkan eksploitas terhadap kaum
buruh yang tidak memiliki akses. Eksploitasi ini harus dihentikan
melalui proses kesadaran kelas dan perjuangan merebut akses sumberdaya
dan faktor produksi untuk menuju tatanan masyarakat tanpa kelas.
Eksploitas
juga dialami oleh negara dunia ketiga. Proses eksploitasi yang
dilakukan oleh negara maju dapat dijelaskan dalam tiga bagian, yaitu
pedagang kapitalis, kolonialisme dan neo-kolonialisme. Tahap awal yaitu
masa pedagang kapitalis. Negara-negara Eropa berusaha berusaha untuk
mendapatkan sumberdaya alam yang ada di negara dunia ketiga melalui
kegiatan perdagangan. Perdagangan ini berkembang dan pada prakteknya
merupakan suatu bentuk eksploitasi terhada sumberdaya negara dunia
ketiga. Pemanfaatan tenaga kerja yang murah yaitu sistem perbudakan
menjadikan para pedagang kolonial mampu meraup keuntungan yang sangat
besar.
Eksploitasi
terus berlanjut hingga memunculkan ide adanya kolonialisme. Asumsi yang
berkembang di negara kapitalis adalah peningkatan keuntungan serta
kekuatan kontrol atas sumberdaya yang ada di negara miskin. Seiring
berakhirnya era kolonialisme timbul sebuah era baru yang dikenal dengan
neo-kolonialisme. Penjajahan yang dilakukan oleh negara maju terhadap
negara dunia ketiga pada dasarnya masih tetap berlangsung dengan
bermunculannya perusahaan multinasional. Negara dunia ketiga menjadi
salah satu sarana penyedia tenaga kerja murah dan sumber daya alam yang
melimpah, selain itu jumlah penduduk yang relatif besar menjadi potensi
pasar tersendiri. Ketiga tahap inilah yang semakin memperpuruk kondisi
negara dunia ketiga.
Ø PERKEMBANGAN PEMIKIRAN (Tentang Teori Pembangunan Nasional)
Pembangunan
masyarakat sebagai suatu proses dinamis menuju keadaan sosial ekonomi
yang lebih baik, atau yang lebih modern. Untuk mencapai diperlukan
perpaduan ilmu, seperti: ekonomi, sosilogi, teologi dan antropologi.
Dari pendekatan dan analisa kritis tentang perkembangan ekonomi, maka
harus didekati dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Cabang-cabang ilmu
pengetahuan yang dimaksud, seperti ekonomi pembangunan, sosiologi
pembangunan, pembangunan politik, teknologi pembangunan, administrasi
pembanguan dan sebagainya.
Sebagai
suatu proses, pembangunan nasional adalah merupakan rangkaian perubahan
majemuk dalam bidang politik, sosial dan ekonomi. Di Indonesia sendiri,
kelihatannya pembangunan ekonomi sangat tergantung dengan kestabilan
politik. Hubungan antara ekonomi dan politik sangat dekat dan sangat
sulit dipisahkan, bahkan saling inter-dependen yang sangat kuat sekali.
Kalau
diperhatikan dengan seksama, maka etika pembangunan tidak dapat
dipisahkan dari etika ekonomi dan etika politik. Untuk pembangunan
ekonomi biasanya syarat-syarat sosial politik sudah terpenuhi terlebih
dahulu. Ke duanya dapat dijalankan secara simultan, apabila suatu bangsa
sudah mencapai tingkat kematangan tertentu dalam bidang sosial dan
politik. Dua frase ini sangat penting proses suatu pembangunan, yaitu:
“konsolidisasi politik” dan “rekonsiliasi ekonomi”. Yang dimaksudkan
dengan “konsolidasi politik” adalah kebersamaan semua komponen politik,
dengan menghargai perbedaan dan kesamaan mereka masing-masing, dan
bersama-sama membangun negara Indonesia berdasarkan sistem demokrasi.
Dalam hal ini tidak mengenal mayoritas dan minoritas dalam berpolitik.
Ø Pendekatan Pembanguan Bangsa (Sociocultural Development)
Pengertian
pembangunan bangsa agaknya telah mengalami suatu perkembangan penting,
baik dalam pengertian maupun ruang lingkup. Dalam ruang lingkup tampak
dua aspek permasalahan: (1) mengenai pembangunan politik dan (2)
mengenai pembangunan sosial budaya. Masalah kebudayaan sangat penting
untuk diperhatikan. Karena budaya telah mengalir dalam hidup masyarakat.
Secara
antropologis manusia telah dibelenggu oleh adat istiadatnya. Bahkan,
kadang-kadang hal tersebut menjadi penghambat proses pembangunan. Sering
terjadi konflik antara kebudayaan dan modernisasi. Hal lian yang perlu
diperhatikan adalah agama. Agama dan kebudayaan sering kali telah lebur
dalam kehidupan manusia. Sehingga sangat membedakan mana yang agama dan
mana yang kebudayaan. Karena eratnya hubungan pemabnguan politik dan
kebudayaan, maka berkembanglah aliran pemikiran dalam ilmu politik yang
disebut sebagai Kebudayaan Politik.
Ø Pendekatan Pembangunan Ekonomi (Economic Development)
Permikiran
perkembangan teori pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut: Dasar
aliran ini adalah individualisme. Setiap produsen dan konsumen meredeka
bertindak, pembentukan harga didasarkan kepada hukum permintaan dan
penawaran di pasar, menjadi dasar pengambilan keputusan. Harga yang
terbentuk atas dasar mekanisme pasar tersebut, dengan sendirinya akan
mempengaruhi “produksi, alokasi, pendapatan dan konsumsi”. Mekanisme
pembentukan harga akan membawa segala hubungan ekonomi secara otomatis
ke jurusan persesuaian kepada keadaan seimbang.
STUDI TENTANG PERUBAHAN
v Mempelajari sejarah studi tentang perubahan
v Mendiskusikan sifat tentang pendidikan perubahan
v Mempresentasikan sebuah variasi struktur berpikir tentang perubahan
v Menjelaskan tiga prespektif rencana perubahan
v Menghubungkan beberapa aspek tentang proses perubahan kepada bukti-bukti dari perubahan yang direncanakan.
Proses dari Perubahan dan Penemuan Bukti
v Perubahan berlangsung secara terus menerus
v Perubahan menyebabkan kegelisahan dan ketidakpastian
v Dukungan teknik dan psikologi sangat diperlukan
v Belajar ketrampilan yang baru merupakan suatu perkembangan dan kenaikan nilai-nilai sosial.
v Hubungan
antara organisasi pendidikan dan seseorang yang menjadi agen pembaharu
akan dapat dirasakan setelah terbukti melalui proses perubahan. Setiap
orang harus siap menjadi agen pembaharuan untuk dirinya sendiri.
v Perubahan yang membawa keberhasilan selalu melalui dorongan dan dukungan
Ø PERUBAHAN PARADIGMA ILMU SOSIATRI
Setiap
perubahan sosial selalu mencakup pula perubahan budaya, dan perubahan
budaya akan mencakup juga perubahan sosial. Sosiatri merupakan ilmu
sosial terapan (applied science), yang dalam pengembangannya
mengandalkan realita yang terjadi di dalam masyarakat, berkaitan dengan
masalah sosial yang perlu diselesaikan (pandangan awal perkembangan) dan
penyesuaian kebutuhan dengan sumber daya yang ada (pandangan hasil
perkembangan). Realita dalam masyarakat yang terus mengalami perubahan
memiliki dimensi perubahan sosial. Sementara itu, secara keilmuan,
pengembangan kajian, penelitian, dan teori-teori baru juga dituntut dari
sosiatri, baik melalui hasil kerja lapangan (penelitian dan proyek
sosiatri), maupun melalui berbagai kegiatan seminar dan diskusi.
Aktivitas
ilmiah mempermudah perubahan budaya. Inovasi baru di bidang keilmuan
memperoleh ruang dan kesempatan formal. Kajian perubahan dalam sosiatri
dapat dipadukan dengan konsep paradigma dari. Konsep paradigma dari Khun
sealiran dengan teori-teori perubahan. Perubahan ilmu pengetahuan
menurut Khun terjadi secara revolusioner. Akumulasi hanyalah salah satu
segmen di dalam proses revolusi untuk mencapai kemajuan ilmu. Revolusi
ilmu menjalani proses sebagai berikut: Paradigma I “³ Ilmu Normal “³
Anomali “³ Krisis “³ Revolusi “³ Paradigma II Pada tahap ilmu normal,
proses akumulasi ilmu terjadi, namun perkembangan ilmu tidak hanya
terletak pada tahap ilmu normal, melainkan meliputi keseluruhan proses
tersebut.
Paradigma
merupakan suatu pandangan mendasar tentang apa yang menjadi pokok
persoalan dalam suatu cabang ilmu. Jadi paradigma merupakan suatru
bingkai atau frame yang membuat ilmuwan terfokus pada apa yang menjadi
perhatiannya berkaitan dengan suatu kondisi atau objek.
Perubahan
paradigma dalam ilmu sosial yang dijadikan sebagai acuan kerja dan
pelaksanaan proyek sosiatri jelas akan turut mengakibatkan perubahan
dalam paradigma sosiatri sebagai ilmu. Perubahan paradigma dalam suatu
ilmu pengetahuan memang bukan suatu hal baru. Kondisi ini menunjukkan
proses revolusi ilmu dari Khun merupakan sesuatu yang realiabel. Di
bidang ilmu alam akan dengan dengan mudah ditemukan perubahan paradigma
mendasar yang selanjutnya mempengaruhi kehidupan manusia.
Perubahan
teori geosentris menjadi heliosentris merupakan suatu revolusi dalam
kosmologi yang dampaknya sangat besar. Salah satu efek sosialnya adalah
perkembangan penjelajahan samudera yang menimbulkan kolonialisme dan
imperialisme bangsabangsa Eropa terhadap bangsa noneropa. Perubahan
pemikiran mengenai abiogenesis menjadi biogenesis merupakan perubahan
besar dalam biologi. Efek positifnya adalah memungkinkan perkembangan
ilmu budidaya dan kajian mikrobiologi. Efek sosialnya adalah kemampuan
menjawab kekhawatiran Malthus mengenai bencana kemiskinan dan kelaparan
akibat ledakan jumlah penduduk.
Di
bidang ilmu sosial, dapat terlihat perubahan paradigma sosiologi dan
antropologi. Pada awal perkembangannya, sosiologi difokuskan pada
struktur sosial dan dinamika sosial masyarakat Eropa pascarevolusi
sosial dan Revolusi Industri. Kedua revolusi tersebut memberikan dampak
yang besar terhadap masyarakat dunia.
Pembangunan
mempunyai pengertian dinamis, maka tidak boleh dilihat dari konsep yang
statis. Pembangunan juga mengandung orientasi dan kegiatan yang tanpa
akhir.
Proses
pembangunan merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan
menunjukkan terjadinya suatu proses maju berdasarkan kekuatan sendiri,
tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Pembangunan tidak
bersifat top-down, tetapi tergantung dengan “innerwill”, proses
emansipasi diri. Dengan demikian, partisipasi aktif dan kreatif dalam
proses pembangunan hanya mungkin bila terjadi karena proses pendewasaan.
Globalisasi
mau tidak mau harus dilalui oleh seluruh negara di dunia ini. Hubungan
antar negara menjadi sedemikian penting pengaruhnya dalam mewujudkan
kehidupan masin-masing negara terlebih ketika era globalisasi tiba.
Menjadi suatu keniscayaan apabila sebuah negara harus bekerjasama dengan
negara lain bahkan lebih ekstremnya lagi memerlukan bantuan negara
lain. Pola-pola hubungan antar negara menjadi bahasan penting dalam
membedah perubahan sosial yang terjadi saat ini.
Selain
peran negara lain (negara maju), perubahan sosial di negara-negara
berkembang dipengaruhi oleh organisasi internasional dan bahkan
perusahaan multi nasional. Dominasi negara maju dapat dilihat dari
berbagai bantuan yang masuk ke nagara berkembang atas nama modernisasi.
Modernisasi diangap sebagai jalan untuk meraih kemajuan negara
berkembang. Organisasi internasional mempunyai peran yang hampir sama
dengan negara maju. Berbagai kesepakatan dan kebijakan yang dihasilkan
memberikan dampak yang sangat nyata bagi Negara berkembang. Hal ini
terjadi karena memang organisasi internasional didominasi oleh negara
maju.
Ø TAHAP-TAHAP PEMBANGUNAN
Dalam setiap pembangunan terdapat berbagai tahapan. Dalam sosiologi pembangunan terdapat beberapa tahapan antara lain :
a) Perencanan
Pada tahap ini faktor yang harus diperhatikan adalah apa yang menjadi kebutuhan sosial.
Seperti :
· Pusat perhatian sosial
· Stratifikasi sosial
· Pusat kekuasaan
· Sistem dan saluran komunikasi social
b) Pelaksanaan
Dalam proses pelaksanaan yang harus dilihat adalah kekuatan sosial dalam masyarakat serta proses perubahannya.
c) Evaluasi
Dalam tahap evaluasi yang harus dilakukan adalah analisis atau penilaian terhadap dampak sosial dari pembangunan tersebut.
Dalam
setiap pembangunan dilakukan prosedur yang sedemikian rupa agar setiap
pembangunan berjalan sesuai dengan perkembangan sosial yang terjadi di
dalam masyarakat.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Sosiologi
pembangunan berkembang pesat sejak awal 1960-an. Sebagai bagian dari
ilmu sosiologi, sosiologi pembangunan sangat dipengaruhi oleh
pokok-pokok pikiran ahli sosiologi.
Pembangunan merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terncana melalui berbagai macam kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.
Teori
pembangunan mengerucut pada dua buah teori besar, yaitu teori
modernisasi dan teori dependensi. Dua teori ini saling bertolak belakang
dan merupakan sebuah pertarungan paradigma hingga saat ini. Teori
modernisasi merupakan hasil dari keberhasilan Amerika Serikat dalam
membawa pembangunan ekonomi di negara-negara eropa. Sedangkan kegagalan
pembangunan di Afrika, Amerika Latin dan Asia menjadi awal lahirnya
teori dependensi.
Saran
Seharusnya ilmu sosiologi pembangunan lebih di maksimalkan lagi penerapannya di dalam melihat masyarakat itu sendiri sebagai sebuah kelompok yang selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Warto.2006.Aspek-aspek Sosial Ekonomi dalam Penulisan Sejarah,(online), (www.http://id.wikipedia.org/wiki/interGoverment_Panel_On_Climate_Change, diakses pada tanggal 6 maret 2009 10:05.
Widodo,slamet.2008. Proses Perubahan Sosial dalam Konteks Global,(online),(www://learnin. of.slametwidodo.com/2008/02/01/ proses-perubahan-sosial-dalam-konteks-global by WordPress 2.5.1. diakses pada tanggal 5 maret 2009 10:20.
Widodo,slamet.2008. Sosial Pembangunan:Pengertian,Prinsip-prinsip dan aspek-aspeknya,(online),(www://learnin.of.slametwidodo.com/200 8/02/01/proses-perubahan-sosial-dalam-konteks-global byWord Press. diakses pada tanggal 5 maret 2009 10:20.
Yanto,Hery.2007.Perubahan Paradigma Ilmu Sosiatri,(online),( Blog pada WordPress.com Theme: Blix by Sebastian Schmieg,diakses pada tanggal 5 maret 2009 10:15.